RUANGINFO.ID – Hustle culture merupakan fenomena dimana seseorang akan tergila-gila dengan pekerjaannya. Mereka akan selalu bekerja dimanapun, kapanpun, dan apapun kondisinya. Seseorang yang terjebak dalam fenomena hustle culture ini tentu akan merasa dirinya sangat sibuk. Ia tak memiliki waktu untuk memikirkan dirinya, beristirahat, bersantai, apalagi meluangkan waktu untuk pergi berlibur.
Sebetulnya, fenomena hustle culture ini sudah muncul sejak tahun 1971-an. Istilah ini juga sering disebut sebagai workaholism atau gila kerja. Kemudian, fenomena ini kembali menyebar luas di era perkembangan teknologi dan banyaknya perusahaan start up yang bermunculan. Hal menjadi salah satu faktor banyaknya anak muda yang gila kerja karena terinspirasi dari para konglomerat yang masih berusia muda.
Dalam laman youtube miliknya, Gita Savitri Devi atau yang biasa dikenal dengan gitasav membagikan keresahannya mengenai fenomena hustle culture yang dinilainya kurang baik.
Menurutnya, fenomena ini akan memaksa seseorang untuk multitasking. Dimana kita harus melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu. Hal tersebut tentunya akan menurunkan kualitas dari hasil pekerjaan seseorang karena fokusnya terhadap suatu pekerjaan akan terbagi.
Kelelahan akibat bekerja juga akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan. Orang yang terjebak dalam fenomena ini cenderung akan tidak terlalu memedulikan kesehatannya. Sehingga waktu tidurnya akan terganggu dan memunculkan resiko stress, depresi bahkan terkena penyakit seperti hipertensi, serangan jantung, diabetes dan lainnya.
Dilansir dari theguardian.com, sebuah penelitian di Jepang mengungkapkan bahwa satu dari lima karyawan memiliki resiko meninggal dunia akibat kelelahan bekerja. Pada tahun 2015 ada seorang anak muda berusia 24 tahun yang meninggal dunia akibat stress karena bekerja terlalu lama. Sebelum meninggal ia mengatakan bahwa dirinya hanya tidur 10 jam dalam satu minggu. Kemudian pada tahun 2016, lebih dari 2000 kasus bunuh diri yang terjadi akibat stresskarena pekerjaan. Bahkan di Jepang memiliki istilah tersendiri untuk kasus seperti ini yaitu “karoshi” yang artinya kematian karena terlalu banyak bekerja.
Lalu apa yang bisa kita lakukan agar tidak terjebak dalam hustle culture?
Pertama, kita harus mengubah mindset kita bahwa yang harus kita lakukan adalah menjadi produktif, bukan menjadi sibuk. Bekerja terlalu lama tidak membuat kita menjadi produktif, justru akan menurunkan produktivitas dan kualitas kerja seseorang.
Kemudian, jangan mengambil pekerjaan dengan alasan passion. Memang tidak salah jika kita bekerja sesuai dengan passion kita, karena akan terasa lebih enjoy seperti sedang melakukan hobi saja. Namun, jangan sampai karena dirasa pekerjaan tersebut merupakan passion kita, lalu kita menjadi mengiyakan perintah untuk bekerja lembur dan mengambil banyak jobdesc yang akan membuat kita keteteran dan mengganggu waktu istirahat.
Dan yang terakhir, hustle culture ini memiliki unsur manipulative pada pekerjaan dengan jam kerja yang fleksible. Pekerjaan yang fleksible ini memang membuat kita bisa melakukan pekerjan dimanapun dan kapanpun. Namun, hal ini akan membuat kita tidak memiliki jam yang pasti kapan waktu senggang dan kapan waktu untuk bekerja.***
Tim Redaksi